Tengah malam yang sunyi dan ditemani udara malam yang
menusuk-nusuk roma. Seorang wanita paruh baya duduk bersimpuh di atas sajadah
sambil memanjatkan doa kepada Sang Ilahi. Beliau adalah ibuku, hampir disetiap malam
beliau mendoakan anak-anaknya agar kelak menjadi anak-anaknya yang berhasil dan
dapat membahagiakan orang tua.Begitu besar harapan beliau kepada kami
anak-anaknya khususnya kepada aku. Aku heran ,mengapa ibu selalu antusias agar
aku nanti menjadi seorang guru, padahal selama ini cita-citaku adalah menjadi
seorang pengusaha.
Pada saat
ku lihat ibu sedang duduk di ruang keluarga, rasa ingin tahuku pun semakin
menggebu-gebu, ingin sekali aku mengetahui jawaban ibu.Akhirnya langkah demi
langkah ku lalui hingga kini aku telah berada di depan ibu dengan perasaan ku
yang penuh dengan tanya.
“ibu……!!”
kata ku dengan nada lembut. “Iya, kenapa nak?”, jawab ibu
“Aku ingin
bertanya tentang suatu hal dengan ibu,, “. Tanya ku dengan perasaan yang
semakin menggebu-gebu. “Apa nak?, katakan saja pada ibu”, kata ibu yang semakin penasaran dengan pertanyaanku.
“Begini bu,
aku selalu bingung mengapa ibu sangat
antusias agar aku nanti menjadi seorang guru?, paddahal cita-cita aku
salama ini adalah menjadi seorang pengusaha bukan guru?”
“Nak, guru
adalah pekerjaan yang paling mulia , selain itu ibu juga ingin salah seorang
anak ibu meneruskan cita-cita ibu yang tidak bisa terwujud. Ibu sangat berharap
pada kamu nak!, ya sudah ibu akan menceritakan alasannya , sekaligus menjadi
motivasi untuk kamu.”
Dengan
perasaan yang penuh dengan beribu tanya dan sorot mata yang selalu tertuju pada
ibu, aku pun mendengarkan cerita ibu dengan baik.
***
Masa lalu ibu
Gemuruh sorak-sorai suara azan berkumandang, pertanda
fajar akan menyongsog dunia. Dengan langkah yang pasti , aku meninggalkan rumah
bergegas menuju surau untuk menunaikan sholat subuh. Seusai sholat subuh , aku
dan teman-temanku pun pergi ke sebuah kebun cegkeh yang jarakya tidak jauh dari
rumahku. Kebun tersebut bukan lah kebun milik keluargaku, akan tetapi hampir
setiap hari aku dan teman-teman ke sana untuk memunguti cengkeh-cengkeh yang
berjatuhan di tanah. Setelah semua cengkeh ku kumpulkan , cengkeh tersebut
kemudian aku jual ke warung dekat rumahku dan uang hasil jualan tersebut ku
gunakan untuk uang jajan ku.Terlebih karena ibu ku yang jarang membekaliku uang
jajan. Keluarga kami adalah keluarga yang tergolong tidak mampu, ayah ku adalah seorang buruh dan ibu hanyalah
seorang ibu rumah tangga.
Aku kini duduk dikelas VI SDN 1 Kuraitaji , Pariaman. Di
sekolah aku tergolong siswa yang pandai, predikat juara 1 selalu aku
raih.Walaupun keadaan ekonomi keluargaku tak sebanding dengan teman-temanku,
aku tidak pernah merasa minder, karena aku mempunyai kepintaran yang lebih dari
mereka.
Saat aku berjalan didepan sebuah gang yang setiap hari ku
lalui, ku lihat teman-teman yang telah menungguku untuk berangkat ke sekolah
bersama-sama.Ani, Yani, dan Santi melambaikan tangan mereka ke arahku dan
memanggil-manggil namaku.Akan tetapi Santi terlihat terburu-buru hendak
menghampiriku engan ekspresi wajah yang tidak biasanya.
“Nurrr…., hari ini kita ka nada ulangan matemtika,
bantuin aku sih please??”, bisik Santi
“emm, tapi harus ada syaratnya…,
“Apa?”Tanya Santi seolah tidak sabar lagi.
“emm, Ini nihh.., harus ada upahnya lah, setuju tidak
kamu?”
“itu mah mudah , tenang saja…
Aku pun kemudian diberi oleh Santi uang sebesar Rp.50,-.
Dengan uang pemberian Santi ini , aku bisa membeli satu piring lontong sayur
dan sebuah pisang goreng. “Emm, aku bisa jajan puas nih hari ini”.Kataku dalam
hati.
Sepulangnya aku dari sekolah, seperti biasanya aku
bergegas pergi ke sawah untuk membawakan ayah dan paman ku makan siang.Akan
tetapi hari ini aku telambat mengantarkan makan siang ayah dan paman. Aku yakin
paman akan marah besar kepada ku. Akhirnya dugaan ku benar, baru satu langkah
ku jejaki pematang sawah, ku lihat sesosok wajah yang memerah dengan mata yang
melotot tajam kearah ku, dia tak lain adalah paman.
Dari kejauhan paman
berteriak-teriak padaku dan hendak memarahiku.
“Nurrrrr….!!”, teriak paman seraya melemparkan gumpalan
tanah ke arahku.
Aku pun cepat-cepat berlari ke arah ayah dan paman dengan
rasa takut yang meluap-luap.
Pada malam harinya, seperti biasanya aku belajar di dalam
kamarku. Walaupun hanya diterangi dengan lampu minyak tanah, aku tetap
bersemangat belajar, aku tidak pernah
merasa putus asa dengan keadaanku, karena aku ingin meraih cita-citaku yaitu
menjadi seorang guru.
Tiba-tiba keadaan menjadi gelap gulita, sebelumnya
kurasakan hembusan angn dari arah belakang tubuhku.Ternyata ibuku yang telah
meniup lampu penerangan ku.
“nak, percuma kamu belajar terus , hanya menghabiskan
minyak lampu saja, tidak akan bisa menjadi guru. Apa kamu ingin seperti Ali
yang gila karena tidak bisa melanjutkan kuliahnya , Ali juga sama seperti mu,
karena factor ekonomi yang tidak memungkinkan, ia pun tidak bisa membiayai
keperluan sekolahnya. Akhirnya dengan keadaan terpaksa Ali pun tidak bisa
melanjutkan sekolahnya dan yang lebih menakutkan lagi adalah ia menjadi stres
dan akhirnya gila…!!, apa kamu juga mau seperti Ali??”
Mendengarkan lantunan ceramah ibu, mulutku hanya
terbungkam tak mengeluarkan suara sedikitpun .
Malam telah larut, yang terdengar hanyalah nyanyian
jangkrik yang memecahkan kesunyian malam. Mataku sangat berat untuk ku pejamkan
.Pekataan ibu tadi masih terngiang-ngiang di telingaku.Tanpa ku sadari
butiran-butiran air mataku jatuh dari keloak mataku dan mengalir membsahi
pipiku.Harapan dan impianku kini hanya sebatas mimpi belaka.
“YaALLAH, jika ini memang takdir hamba , hamba akan
menerima ini semua yaAllah”.
Akhirnya moment-moment yang menakutkan pun tiba, yaitu
Ujian Nasional. Bukannya aku takut menghadapi ujian , akan tetapi aku takut
tidak dapat mengikuti ujian karena aku belum membayar uang bulanan sekolah.
Ingin rasanya aku beri tahu ayah dan ibu , tapi apa daya aku tidak ingin
merepotkan orang tuaku.
Betapa sedih dan pilunya hatiku , aku tidak bisa meneruskan sekolahku.
Kulihat teman-temanku berbondong-bondong menuju sekolah dengan raut wajah
mereka yang sumringah. Sedangkan aku, aku hanya bisa bersembunyi di dalam
rumahku dan menangis sendu meratapi nasib .
Siang harinya, saat aku sedang membantu ayah dan paman di
sawah , tiba-tiba ku lihat sesosok lelaki yang tidak asing bagiku, beliau
adalah Pak Toni, salah satu guru di sekolah ku. Entah perasaan apa yang
kurasakan, semuanya bercampur aduk seperti rujak yaitu perasaan takut, sedih,
dan malu saat kulihat Pak Toni semakin mendekat kepadaku, dan kemudian
menghampiriku.
“Nur, mengapa kamu tidak masuk sekolah tadi?”. Tanya Pak
Toni
“sss…ssa..yyyaaa…!!!”
Aku tidak bisa berkata apapun , mataku berkaca-kaca saat
kulihat wajah pak Toni, air mata ku mengalir tanpa ku sadari.
“nak, ceritakan pada bapak , apa yang sebenarnya
terjadi?”, Tanya pak Toni cemas.
“Saya belum membayar uan bulanan pak,” jawab ku dengan
nada lirih .
“Oh , mengapa sebelumnya tidak bilang sama bapak saja,
bapak akan bantu jika bapak bisa.”
“tapi saya sudah mempunyai keputusan yang bulat pak,
lebih baik saya usaikan sekolah saya , saya tidak ingin membebankan orang tua
saya pak,” jawab ku seraya menghapus air mata yang bermuara di pipiku.
“ya sudah nak, jika itu mau kamu , bapak tidak bisa
berbuat apalagi.”
“iya pak……’
Beberapa tahun kemudian , aku telah tumbuh menjadi wanita
dewasa, aku telah memilki pekerjaan yang cukup membuatku keluar dari lubang
kemiskinan yaitu dengan menjahit. Walaupun cita-cita ku tak dapat ku raih, aku
tetap senang dengan pekerjaan ku sekrang ini.Selang beberapa tahun kemudian aku
pun menikah dengan seorang lelaki kenalan orangtua ku. Aku senang karena
memiliki suami yang baik dan mempunyai
pekerjaan yang mapan juga.
***
Setelah
mendengarkan cerita ibu, hatiku sangat terenyuh.Betapa mirisnya kisah yang
pernah beliau alami.Kini aku tahu, mengapa ibu sangat antusias agar aku nanti
menjadi seorang guru. Harapan ibu yang sangat besar pada masa lalunya semua
kandas karena faktor ekonomi yang sangat tidak mendukungnya.Aku akan melawan
segala rasa egoisku dan berjuang sampai titik tertinggi kemampuanku demi
mewujudkan impian ibu selama ini. Kini, aku akan berusaha menjadi yang terbaik
untuk ibu dan akan meneruskan cita-cita beliau yang sangat mulia. Aku ingin
suatu saat nanti melihat ibuku tersenyum puas melihat aku kelak menjadi seorang
yang beliau inginkan .
wah wah wah, mengharukan sangat ini ceritanya :""""""""D (nangis terharu)
BalasHapus