SENJA
itu, hujan rintik . Airnya menetes sedikit dan perlahan.Didepan rumah
, bendera merah putih layu dibasahi air hujan. Seorang gadis sedang duduk di
balik jendela kamarnya yang berembun. Entah sejak kapan dia berada di situ.Yang
jelas,sorot matanya tidak lepas dari
bendera merah putih yang layu.
Dalam hati gadis itu ,ingin sekali saat itu
juga dia berlari ke luar ,bermain hujan ,atau mungkin juga menikmati keindahan
pelangi.Tetapi ,dia tidak akan pernah mungkin bisa melakukan itu semua . Karena
seumur hidup ,dia akan menghabiskan hidunya di atas kursi roda.
Ya,, sejak kecil dia menderita polio yang
membuatnya menjadi lumpuh.Tak terhitung banyaknya pengobatan yang telah dia
jalani,baik itu pengobatan tradisional maupun modern.Tetapi semuanya seperti
tak membawa perubahan yang berarti.
Gadis itu melirik kearah almanac yang
tergantung di dinding.Dia melihat tanggal yang telah dia lingkari dengan spidol
warna merah sebelumnya.Hari ini tanggal lima
belas Agustus,itu berarti dua hari lagi dia akan berusia tujuh belas tahun,tepat
dihari kemerdekaan negaranya.
Tujuh belas tahun,usia yang begitu indah.Dimana tahap menuju kedewasaan akan
dia jalani jika seumur hidup dia akan terus duduk di kursi roda? Ahh,dia
menghela nafas panjang.
Adinda Anandita,demikian nama gadis itu.
Dia seorang gadis yang cantik.Dia merupakan anak tunggal dalam keluarganya.Kedua
orang tuanya sangat sayang
padanya.Namun,Adinda adalah gadis yang sangat tertutup.Dia jarang sekali keluar
rumah dan lebih banyak menghabiskan hari-harinya di dalam kamar.Dia hanya mau
berbicara pada orang tuanya.Orang tuanya tak mengizinkan dia untuk keluar rumah
seorang diri karena takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada putri
semata wayangnya itu.Dan Adinda pun sepertinya mengerti dan menjadi pribadi
yang sangat tertutup.Karena ketertutupannya itu,orang tuanya memberikan
pendidikan home schooling padanya
Adinda,dia lebih senang dipanggil
Dinda,kini pandangannya menerawang ke angkasa luas.Dia membayangkan menjadi
anak-anak normal yang lain.Dia ingin bermain bersama teman-temannya,berlari
kesana-kemari.Berteriak penuh kemenangan.Dia terbayang usianya yang mulai
beranjak dewasa.Air matanya menetes pelan.Ahh,mengapa engkau menangis Dinda?
Dipangkuan gadis itu,kini tergeletak sebuah
kertas kosong.Di tangan kanannya tergenggam sebuah pena yang mungkin sudah tidak
sabar lagi ingin digoreskan diatas kertas kosong.Dinda mulai menulis. Menulis
semua hal yang terlintas di otak nya.Sejenak dia melamun ,lalu kembali
menulis,begitu seterusnya sampai dia selesai dan memasukkan kertas itu
kedalam amplop yang tergeletak di atas
meja disamping jendela.Untuk siapakah surat
itu,Dinda?Ahh,engkau menjadi putri tidur.
Hari minggu yang cerah.Pagi itu Dinda telah siap di meja makan
untuk menikmati sarapan bersama kedua orang tuanya.Di meja
makan,telah tersedia mi goreng yang aromanya harum menggoda .Namun gadis itu
terlihat lesu. Dia melamuan sambil menggulung mi gorengnya dengan ujung garpu.
“Sayang,mengapa Dinda terlihat sedih
?”Tanya mamanya penuh kasih.Gadis itu tak menjawab .Dia mengangkat wajahnya dan
melempar senyuman.
Dia menoleh ke arah papanya .”Papa ,boleh
kah Dinda meminta tolong sesuatu ?”
“Boleh,sayang.Ada yang bisa Papa bantu ?”
“Tolong surat
ini Papa kirimkan ke stasiun radio Suara Indonesia ya,bisa kah?”
“Bisa sayang.Asal Dinda harus menghabiskan makanannya
itu.Bagaimana ?setuju?”
Gadis itu tersenyum . Indah
***
Malam
hari sehabis makan malam,Dinda dan kedua orang tuanya berkumpul diruang tengah
.Dinda menyetel radio yang berada di samping televisi dan meminta orang tuanya
untuk dapat menemaninya mendengarkan radio.Gadis itu mendengarkan baik-baik.
“Malam
ini,dalam rangka menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia yang keenam
puluh empat .Kami keluarga besar stasiun Radio Suara Indonesia akan membagikan
hadiah yang unik sekali.Yaitu,dengan mengirimkan identitas anda dan sertakan
permintaan yang anda inginkan.Banyak sekali surat yang masuk hari ini,tetapi
kami hanya memilih tiga orang yang beruntung,”kata penyiar radio yang
bercuap-cuap ria di ujung sana .
Penyiar
radio itu berkata lagi,”Ini surat yang pertama dari teman kita Eka Anisa
Vitri.Mari kita bacakan”.Setelah berkata itu,penyiar radio membacakan
perminyaan Eka.Dia meminta hadiah sebuah handphone
karena uang tabungan habis untuk membayar sekolah.
Pada
pengirim surat yang kedua yang bernama Felly
Ciquita,dia meminta seperangkat alat memancing agar bisa mengajak orang tuanya
memancing di empang belakang rumah .Hingga tiba giliran pembacaan surat yang ketiga.
“Ini
surat dari
teman kita Adinda Anandita .Mari kita bacakan .”Kedua orang tua Dinda menoleh
bersama ke arah putrinya.Gadis itu sedang menundukkan wajah sambil mendengarkan
penyira radio itu membacakan suratnya.
“Selamat
malam semuanya,Nama saya Adinda Anandita .Saya adalah anak tunggal yang esok
hari genap berusia tujuh belas tahun,tepat di hari Kemerdekaan Republik
Indonesia.Bagi kebanyakan orang ,usia tujuh belas tahun adalah masa yang sangat
indah.Masa dimana kita menuju kedewasaan dalam kehidupan kita .Masa dimana kita
mulai membuka diri menyongsong masa depan kita.Tetapi bagi saya,karena saya
adalah seorang gadis yang menderita lumpuh sejak saya masih balita .Saya lebih
banyak menghabiskan hidup saya di atas kursi roda.Saya lebih banyak menghabiskan
waktu dengan menulis puisi di kamar saya.”
“Saya
sering menulis puisi tentang keindahan dunia dengan segala yang terjadi di
atasnya.Dunia ini sangat indah sekali,tetapi saya merasa terpenjara di padang pasir tak berujung
dalam kehidupan saya .Saya seperti merasa tenggelam dalam Lumpur keputusasaan
hidup saya.Saya benar-benar merasa sangat kesepian.”
Penyiar
radio itu berhenti sejenak.Lalu meneruskan lagi dengan suara yang agk
terisak.”Melalui surat ini,saya ingin mengatakan
keinginan saya.Andai pun tak bisa dikabulkan,saya sudah sangat bersyukur karena
surat saya ini
sudah dibacakan.Ketahuilah bahwa saya tidak ingin meminta apapun yang berwujud
benda,saya tidak memerlukan semua itu.Saya... saya ingin mempunyai sahabat.Saya
ingin mempunyai sahabat yang bisa saya ajak bermain .Saya ingin mempunyai
sahabat dimana saya bisa berkeluh kesah.Saya ingin mempunyai sahabat dimana dia
bisa menceritakan pada saya betapa indahnya dunia.Saya ingin mempunyai sahabat
dimana ada yang menguatkan saya saat saya putus asa.Saya ingin mempunyai
sahabat dimana saya bisa berbagi dalam kesenangan dan kesedihan
bersama.Saya….”penyiar radio itu tak meneruskan perkataan nya.Suaranya menjadi
serak seperti menahan tangisan.
Dia
melanjutkan,”saya ingin mempunyai sahabat…dan hanya satu hal itu sangat saya
harapkan… selamat malam dan selamat hari merdeka…”
Dinda.Dia
menunduk semakin dalam air matanya menetes di pipinya.Dia menangis dengan isak
tangis yang tak tertahan lagi.Dinda,ternyata dia menderita lahir dan batin.Dia
begitu tersiksa dengan kehidupan yang telah dijalaninya.Dia ingin berbagi namun
tak punya teman.Dia ingin mengasihi namun tak punya teman.Ahh Dinda, sampai
kapankah engkau bertahan.Tetapi kini,telah keluar segala beban di hati yang
selama ini dia simpan rapat-rapat.Telah keluar segala beban yang membuatnya
merdeka dari keputusasan hidup.Dia terus menangis dan menangis sampai orang
tuanya mendekati dan memeluknya.Keluarga itu berpelukan dalam tangis .Siapa pun
yang melihat peristiwa itu pastilah ikut terenyuh hatinya..Tanpa sadar ,jam di
dinding berdentang dua belas kali,tanda hari telah berganti.
“Selamat
ulang tahun,Sayang.Papa dan Mama sangat menyayangimu.”Kata Papanya.”Dinda juga
menyayangi kalian.”
***
Esok
paginya,Dinda terbangun dari tidurnya karena mendengar suara berisik didepan
rumah.Dia beranjak menaiki kursi roda dan mengayuhnya ke arah jendela.Dari
jendela yang berkilauan memantulkan cahaya mentari dia melihat bendera merah
putih berkibar dengan gagahnya.Dibawah bendera yang berkibar itu,anak-anak
tetangga sekitar memanggil-manggil namanya dan meminta ia keluar untuk melihat
lomba di lapangan .Ketika mata melihat ke pagar rumah,di kotak surat,telah ada
bertumpuk-tumpuk surat tergeletak disana.Ada pula sebuah karangan bunga yang
entah dari siapa.”Selamat ulang tahun Dinda dan Selamat Hari Kemerdekaan
Republik Indonesia.Ketahuilah bahwa engkau tidak sendiri.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar